Judul Rich Dad, Poor Dad - Apa yang Diajarkan Orang Kaya kepada Anak-anak Mereka Tentang Uang - yang Tidak Diajarkan oleh Orang Miskin dan Kelas Menengah! Penulis Robert T. Kiyosaki Bahasa Asli American English Alih Bahasa J. Dwi Helly Purnomo Penyelaras isi Fajarianto Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Percetakan PT Centro Inti Media, Jakarta Lisensi Rich Dad Operating Company, LLC. Edisi Indonesia Revisi Cetakan ke- 50 ISBN 978-602-03-3317-5 Resensator Bintang Mahayana Tahun resensi 2019 TENTANG PENULIS Robert Kiyosaki, yang paling dikenal sebagai penulis Rich Dad Poor Dad - buku pengelolaan keuangan nomor satu sepanjang masa - telah menantang dan mengubah cara pikir puluhan juta orang di seluruh dunia tentang uang. Dia adalah seorang keturunan Jepang yang berkebangsaan Amerika Serikat. Dia seorang wirausaha, pendidik, dan investor yang yakin bahwa dunia membutuhkan lebih banyak pengusaha yang akan menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan perspektif terhadap uang dan investasi yang kerap berseberangan dengan pemahaman konvensional, Robert mendapat reputasi internasional atas sikapnya yang bicara lantang dan berani tanpa bertele-tele. Robert dan Kim Kiyosaki - istrinya, adalah pendiri The Rich Dad Company, perusahaan pendidikan keuangan serta pencipta permainan CASHFLOW. Pada 2014, perusahaan itu semakin meningkatkan kesuksesan global dari permainan Rich Dad dalam peluncuran terobosan mobile dan online gaming baru. BAGIAN-BAGIAN BUKU Secara garis besar, buku ini dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu Pendahuluan, Isi, dan Penutup Cashflow Quadrant. Pada bagian awal buku, penulis lebih banyak membawa pembaca dalam gaya penulisan naratif di mana penulis mengajak pembaca untuk kembali ke masa lampau saat penulis berusia sembilan tahun. Pendahuluan Ayah Kaya, Ayah Miskin Analogi perbandingan dua karakter ayah dengan menyebut "Ayah Kaya" dan "Ayah Miskin" merupakan diksi yang cukup berani. Penulis menggambarkan dua sosok "ayahnya" yang mana Ayah Kaya merupakan ayah sahabatnya, Mike sedangkan Ayah Miskin adalah ayah kandungnya sendiri. Penulis berusaha membandingkan pola pikir keduanya. Sebagaimana yang dituliskan dalam buku tersebut "Bukannya semata menerima yang satu atau menolak yang lain, saya mendapati diri berpikir lebih jauh, membandingkan, lalu memilih untuk diri saya sendiri." Penggunaan kata "kaya" dan "miskin" sejujurnya tidak seharfiah kelihatannya karena pada kalimat selanjutnya penulis mengatakan " Masalahnya Ayah Kaya belum sungguh-sungguh kaya dan Ayah Miskin tidak sungguh-sungguh miskin. Keduanya baru merintis karir dan keduanya mengalami pergulatan dalam hal uang dan keluarga. Namun mereka memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang uang." Kunci memahami bagian ini adalah pada kalimat terakhir pada kutipan tersebut yaitu mereka memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang uang. Bahwa penulis berusaha membandingkan bagaimana cara Ayah Kaya dan Ayah Miskin masing-masing memandang uang. Perspektif tentang uang itulah yang menjadi pembeda dasar dan utama bagi keduanya. ISI Bab Satu Pelajaran Satu Orang Kaya Tidak Bekerja Untuk Uang Orang miskin dan kelas menengah bekerja untuk uang. Orang kaya membuat uang bekerja bagi mereka. Kutipan pada awal Bab ini cukup kontroversial. Kalimat tersebut apabila ditelan mentah-mentah akan sangat mungkin menghadirkan perspektif yang rancu antara "uang itu tidak penting" atau "menjadi orang kaya yang tamak". Namun, penulis mengemas dalam alur naratif sederhana. Mengisahkan dua anak umur sembilan tahun yang ingin tahu bagaimana caranya menghasilkan uang. Mereka ingin menjadi kaya karena mereka dianggap miskin oleh teman-temannya di sekolah. Kepolosan mereka membuat mereka berpikir bahwa menghasilkan uang sama dengan mencetak uang sendiri. Secara logika memang tidak salah. Namun, secara hukum tindakan tersebut ilegal. Pada bagian ini, penulis menyelipkan sensasi humor ringan bagi pembaca yang mudah dipahami. Namun, nilai membangun kemitraan yang beliau analogikan dengan kerja sama dua anak sembilan tahun yang menyebut dirinya "partner bisnis" merupakan bagian yang sarat akan pesan bermakna, bahwa relasi itu penting. Penulis juga menceritakan bagaimana Ayah Kaya berusaha mengajarkan dia dan sahabatnya tentang uang dengan caranya. Alur cerita yang sulit ditebak dan membuat siapa saja yang penasaran akan melanjutkan membaca untuk mengetahui apa yang selanjutnya dilakukan Ayah Kaya dalam mendidik dia dan Mike tentang uang. Namun, bagi mereka yang sedari awal menganggap narasi tersebut seperti bualan belaka, akan berhenti membaca sampai di sini. Bagian yang cukup menggelitik di sini adalah ketika mereka berdua bekerja pada Ayah Kaya yang awalnya hanya dibayar sepuluh sen per jam, justru tidak dibayar sama sekali. Robert yang saat itu berusia 9 tahun menjadi sangat marag pada Ayah Kaya karena dia merasa seharusnya Ayah Kaya menaikkan upah mereka berdua. Hingga pada suatu ketika jawaban Ayah Kaya memberi pelajaran berharga bagi Robert. Kebanyakan orang tidak mempelajari hal ini. Mereka bekerja, menerima gaji, membayar pengeluaran, itu saja. Lalu mereka bertanya-tanya kenapa mereka mempunyai masalah keuangan. Mereka mengira uang yang lebih banyak akan memecahkan masalah, dan tidak menyadari bahwa kurangnya pendidikan keuangan merekalah yang jadi masalah. Kutipan Bab 1 di atas cukup menyentil banyak orang karena pada kenyataannya, hal tersebut adalah hal umum yang nyaris dilakukan oleh kebanyakan orang. Pada bagian yang menyoroti bahwa "Orang Kaya Tidak Bekerja untuk Uang," sesungguhnya pesan yang ingin penulis sampaikan adalah bagaimana mental Orang Kaya menggunakan pikiran mereka untuk mensugesti diri. Dibuktikan dengan pembandingan dua pola pikir yang berbeda antara Ayah Kaya dan Ayah Miskin. Alih-alih mengatakan "Saya tidak mampu membelinya" sebagaimana yang dikatakan oleh Orang Miskin, Orang Kaya akan bertanya "Bagaimana agar saya dapat membelinya?". Semata bukan karena kita harus membeli apa yang kita inginkan. Namun, membuat pikiran kita bekerja dan tidak berhenti sampai di situ. Orang Kaya tidak bekerja untuk uang, tetapi mereka benar-benar "menghasilkan uang". Bab Dua Pelajaran Dua Mengapa Mengajarkan Melek Keuangan? Pada bab ini, penulis mengajak pembaca untuk mendalami apa sesungguhnya melek keuangan dan mengapa pengetahuan ini penting. Mengajak pembaca melihat pentingnya melihat kondisi keuangan dalam jangka panjang. Pada halaman ke-51 beliau menuliskan kebanyakan orang tidak bisa menyadari bahwa yang penting dalam hidup ini bukanlah berapa banyak uang yang dihasilkannya. Yang penting adalah berapa banyak uang yang disimpan. Lalu pada akhir bab ditambahkan ....pada jangka panjang bukan berapa banyak yang mereka hasilkan yang penting. Yang penting adalah berapa banyak yang mereka simpan, dan untuk berapa generasi. Untuk itu, pada bagian selanjutnya dalam bab ini, penulis mengajak pembaca untuk melek terhadap perbedaan aset dan liabilitas. Orang kaya membangun aset. Orang miskin dan kelas menengah membangun liabilitas, tapi mereka mengira itu aset. Pada kutipan di atas, lagi-lagi penulis menantang pemahaman konvensional perihal “aset” dan “liabilitas”. Penulis menerangkan berbagai macam studi kasus untuk membuktikan mengapa kebanyakan orang menganggap liabilitas sebagai aset. Studi kasus ini pun diterangkan secara sederhana melalui simulasi kehidupan sehari-hari serta diagram arus kas cashflow yang membedakan arus kas orang kaya dan arus kas orang miskin dan kelas menengah. Secara sederhana, penulis menggambarkan bahwa orang kaya yang terus membangun kolom aset akan menambah pemasukan terhadap kolom penghasilan mereka. Sedangkan orang miskin dan kelas menengah yang membangun liabilitas yang mereka kira aset, sesungguhnya hanya akan terus keluar melalui kolom pengeluaran mereka saja. Pada halaman 65, penulis menuliskan uang yang lebih banyak jarang bisa menyelesaikan masalah keuangan seseorang. Kecerdasanlah yang memecahkan masalah. Di sini penulis mencoba menggali alasan logis mengapa melek keuangan itu penting. Karena, kecerdasan keuangan lah yang akan sangat memengaruhi pertimbangan kita dalam menentukan arus kas. Sebagaimana yang diilustrasikan dalam diagram, hal ini menjadi perbedaan mendasar antara orang kaya dan orang miskin dan kelas menengah. Salah satu contoh menarik dalam kehidupan sehari-hari yang beliau angkat, yaitu “Banyak masalah keuangan yang besar disebabkan oleh orang berusaha mengimbangi tetangganya. Kadang kita semua perlu bercermin dan bersikap jujur pada kebijaksanaan batin kita ketimbang pada rasa takut kita.” Bagi kebanyakan orang, kalimat ini cenderung ofensif karena sejujurnya itu adalah fakta, kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Penulis menyampaikan gagasan ini lagi-lagi dengan narasi untuk mendukung gagasan beliau bahwa uang punya cara untuk membuat setiap keputusan bersifat emosional. Bab Tiga Pelajaran Tiga Uruslah Bisnis Anda Sendiri Bab ini bukan lagi menyentil realita kebanyakan orang, tetapi benar-benar menyerang pada bagian judul "Uruslah Bisnis Anda Sendiri." Penulis menyebutkan bahwa pergumuln keuangan seringkali merupakan hasil langsung dari orang yang seumur hidup bekerja untuk orang lain. Banyak orang yang tidak memiliki apa pun pada hari akhir kerja mereka sebagai hasil usaha mereka. Kalimat tersebut tentu terkesan judgemental bagi orang yang merasa dialah subjek yang dibicarakan serta orang yang hanya berhenti membaca sampai pada kalimat itu tanpa menganalisa lebih jauh. Padahal, intinya penulis ingin menyampaikan poin-poin penting berikutnya, yaitu bahwa bila kita terus bekerja pada orang lain maka fokus kita adalah upah dan kolom penghasilan seperti yang diuraikan pada bab sebelumnya. Orang kaya berfokus pada kolom aset, sementara orang lain berfokus pada laporan penghasilan. Pada kalimat banyak orang yang tidak memiliki apa pun pada hari akhir kerja mereka sebagai hasil usaha mereka, sesungguhnya penulis ingin merujuk pada poin bahwa kita sebaiknya membangun aset bagi kita dan anak-anak kita nanti. Dengan kata lain, bila kita hanya bekerja pada orang lain, maka tidak ada yang bisa kita wariskan bagi anak-anak kita nanti sebagai "hasil usaha". Oleh karena itu penulis menyebutkan Dalam dunia saya, aset riil terbagi menjadi beberapa katagori yang berbeda 1. Bisnis yang tidak menuntut kehadiran saya. Saya memilikinya, tapi bisnis itu dikelola atau dijalankan oleh orang lain. Jika saya harus bekerja di sana, itu bukan bisnis. Itu menjadi pekerjaan saya. 2. Saham 3. Obligasi 4. Real estat yang mendatangkan penghasilan 5. Surat utang 6. Royalti dari properti intelektual seperti musik, naskah, dan paten. 7. Segala sesuatu yang memiliki nilai, mendatangkan penghasilan atau pertambahan nilai, serta mempunyai pasar yang siap. Pada akhir bab ini, penulis pun memberikan gambaran bahwa menjalankan bisnis bukan berarti menjatuhkan diri sepenuhnya pada risiko. Sebagaimana yang tertulis dalam kutipan Ayah Kaya Saya tetap bekerja, tapi masih mengurusi bisnis saya. Selain itu, penulis juga memberikan narasi lugas mengenai bagaimana caranya mendapatkan mobil dengan memanfaatkan kecerdasan keuangan, yaitu dengan menggunakan uang ekstra dari apartemen yang mereka sewakan. Bukan dengan kredit seperti yang kebanyakan orang lain lakukan. Bagian akhir ini sesungguhnya merupakan boomerang terhadap anggapan yang menentang pernyataan bahwa orang kaya fokus pada kolom aset dan bukan pada liabilitas. Bagi penulis, mobil tersebut bukanlah aset, melainkan liabilitas karena kepemilikannya akan menambah arus kas pada kolom pengeluaran. Namun, penulis menyiasati cara mendapatkannya lewat aset. Inilah yang penulis sebut "membuat uang bekerja untuk kita". Bab Empat Pelajaran Empat Sejarah Pajak dan Kekuatan Korporasi Bab ini menghadirkan analogi yang lebih dalam lagi yaitu membandingkan antara birokrat pemerintah dengan kapitalis. Pengangkatan sisi kehidupan ekonomi masyarakat yang cukup berani sekaligus sensitif. Sesuai judulnya, bab ini menjelaskan mengenai arus pajak. Tentang bagaimana orang kaya mengakali kaum intelektual. Pada halaman 93 dituliskan setelah pajak yang 'mengambil dari orang kaya' disahkan, kas mulai mengalir ke brankas pemerintah. Awalnya rakyat senang. Uang dibagikan ke pegawai pemerintah dan orang kaya. Uang itu diterima pegawai pemerintah dalam bentuk pekerjaan dan uang pensiun, serta diterima orang kaya lewat pabrik-pabrik mereka yang menerima kontrak pemerintah. Kalimat tersebut bisa diartikan dengan kata lain pegawai pemerintah hidup dari kekayaan orang kaya. Sedangkan orang kaya akan semakin kaya. Sehingga, seolah memiliki unsur sinisme di dalamnya. Pada halaman 96, penulis menuliskan jika uang bekerja untuk Anda, Anda yang memegang dan mengendalikan uang itu. Lalu, dihadirkan istilah menarik perihal "berusaha mendaki tangga korporasi" yang kemudian dijelaskan pada kalimat setelahnya ....dengan hanya bersandar pada gaji dari perusahaan, saya akan menjadi sapi jinak yang siap diperah. Kutipan-kutipan berbentuk kalimat kiasan tersebut mengandung unsur persuasif secara tersirat apabila dikorelasikan satu sama lain. Apabila diberikan parentheses atau tanda kurung maka, akan jadi seperti ini Jika uang di kolom aset bekerja untuk Anda menghasilkan sesuatu, Anda yang memegang dan mengendalikan uang itu mengurus bisnis Anda sendiri. Apabila hanya dengan hanya bersandar pada gaji dari perusahaan gaji sebagai satu-satunya sumber penghasilan, saya akan menjadi sapi jinak yang siap diperah menjadi buruh dan terus memperkaya perusahaan. Dengan kata lain, penulis berusaha membandingkan dua kondisi tersebut, satu memiliki kolom aset yang siap menambah arus kas ke kolom penghasilan dan menghasilkan sesuatu, satu lagi hanya memiliki gaji pada kolom penghasilan maka, Anda akan terus bekerja untuk orang lain dan tidak mengurus bisnis Anda sendiri. Jelas diterangkan pada halaman 98, penulis membeberkan prinsip keuangannya serta mengedukasi pembaca mengenai hasil dari IQ keuangan yang dia peroleh. Uang saya bekerja keras untuk menghasilkan lebih banyak lagi uang. Setiap dolar di kolom aset saya adalah karyawan yang hebat, bekerja keras untuk menciptakan lebih banyak karyawan dan membelikan atasannya sebuah mobil Porsche baru dengan uang yang belum dikenai pajak. Paragraf tersebut menunjukan bukti bahwa kecerdasan keuangan penulis membawanya menuju kebebasan keuangan. Kemudian, penulis menerangkan elemen-elemen yang membentuk IQ keuangan tersebut, yaitu Akuntansi, Investasi, Memahami pasar, dan Hukum. Bab Lima Pelajaran Lima Orang Kaya Menciptakan Uang Seringkali di dunia nyata, bukan orang yang pintar yang unggul, tapi orang yang berani Awal bab ini dibuka dengan narasi pengalaman penulis menonton siaran TV tentang kisah Alexander Graham Bell ketika ia berusaha mematenkan penemuan besar terbarunya yaitu telepon. Kemudian, dihadirkan narasi kontradiktif yang mengikuti pada paragraf selanjutnya mengenai berita perampingan suatu perusahaan yang mengundang kemarahan para pekerja hingga ilustrasi detail bagaimana kemarahan itu ditunjukkan di depan kamera. Paragraf naratif perbandingan ini begitu kontradiktif yang pada intinya ingin menunjukkan sisi keberanian dan kegigihan Alexander Graham Bell ketika mendatangi perusahaan raksasa, Western Union yang berakhir dengan cemoohan dan kemarahan seorang manager berusia 45 tahun yang hadir membawa istri dan dua bayinya ke pabrik, memohon kepada petugas keamanan agar diizinkan bicara dengan pemilik agar mempertimbangkan kembali pemecatannya. Dapat disimpulkan, paragraf ini menunjukkan gagasan penulis selaras dengan kutipan pada awal bab ini dengan menunjukkan keberanian Alexander Graham Bell hingga ia mencetak sejarah mendirikan industri bernilai miliaran dollar, AT&T yang kontradiktif dengan ketakutan seorang manager akan kehilangan pekerjaannya. Oleh karena itu, pada halaman 104, penulis menuliskan kutipan yang menjelaskan kondisi tersebut. Kita semua dianugerahi potensi yang luar biasa, dan kita semua dianugerahi karunia. Namun, satu hal yang menahan kita semua adalah keraguan diri pada tahap tertentu. Bukan kurangnya informasi teknis yang menahan kita, tapi lebih pada kurangnya keyakinan diri. Sebagian orang lebih terpengaruh daripada yang lain. Pengangkatan gagasan pada bab ini terkesan utopia bagi orang yang belum siap menerima gagasan untuk menjadi “berani.” Padahal pada bagian selanjutnya di halaman 109, penulis menerangkan bahwa “Orang kaya seringkali bersikap kreatif dan mengambil resiko yang sudah diperhitungkan.” Uniknya, gagasan ini dikaitkan lagi dengan “Orang miskin dan kelas menengah bekerja untuk uang sedangkan orang kaya membuat uang bekerja untuk mereka.” Gagasan Orang Kaya adalah orang yang “menciptakan uang”, mengantar pada gagasan “uang tidaklah riil.” Semakin riil, uang itu menurut kalian, semakin keras kalian akan bekerja untuknya. Jika kalian bisa menangkap gagasan bahwa uang itu tidak riil, kalian akan lebih cepat menjadi kaya. Gagasan ini, jika hanya ditelaah satu sisi secara langsung tentu akan menghasilkan penolakkan dari pembaca. Padahal, maksud dari uang itu tidaklah riil adalah uang semata hanya alat tukar Sehingga, jika kita kembali ke beberapa bab sebelumnya, kita bisa telaah bagaimana keterbatasan uang mampu menjadikan seseorang menjadi kreatif dan menggunakan pikiran mereka untuk membuat uang tersebut “bekerja” untuk mereka. Satu-satunya aset paling kuat yang kita miliki adalah pikiran kita. Jika dilatih dengan baik, pikiran bisa menciptakan kekayaan yang luar biasa dalam waktu yang kelihatannya singkat. Pikiran yang tidak terlatih juga bisa menciptakan kemiskinan yang ekstrem, yang bisa menghancurkan keluarga selama bergenerasi-generasi. Gagasan yang cukup masuk akal mengenai IQ keuangan di atas. Dengan berbagai ilustrasi yang mengikutinya dan penulis sebut sebagai contoh. Penulis bersikap cukup demokratis terhadap pembaca dengan menuliskan saya tidak merekomendasikan apa yang saya lakukan. Contoh hanyalah contoh. Di satu sisi, kalimat ini menunjukkan keterbukaan penulis bahwa pembaca dapat menentukan sikap mereka sendiri dalam memahami dan menyimpulkan tulisan yang mereka baca. Namun, di sisi yang lain kalimat ini sangat mampu menguatkan gagasan sebagian pembaca bahwa apa yang penulis uraikan sejak awal tak lain adalah segenap cerita keberuntungan personal yang belum tentu bisa dialami oleh siapa saja. Hanya sebagian yang lain yang masih ingin melanjutkan membaca karena memaknai kalimat-kalimat penulis sebelumnya mengenai “hidup memberikan kita peluang setiap harinya” atau “satu-satunya aset paling kuat yang kita miliki adalah pikiran kita”. Peluang besar tidak dilihat dengan mata Anda. Peluang besar dilihat dengan pikiran Anda. Bab Enam Pelajaran Enam Bekerja untuk Belajar - Jangan Bekerja untuk Uang Pekerjaan yang terjamin adalah segalanya bagi ayah saya yang terdidik. Belajar adalah segalanya bagi Ayah Kaya Dimulai dari bab ini, penulis terkesan mulai menyentuh sisi sosial dan psikologis pembaca. Dengan memilih judul bab “Bekerja untuk Belajar - Jangan Bekerja untuk Uang” sesungguhnya terdapat pesan mendalam di baliknya yang ingin penulis sampaikan. Gagasan ini disampaikan dengan lugasnya pada halaman 133. Lagi-lagi dengan metode perbandingan yang cukup kontradiktif. Pada paragraf ke-2, penulis menuliskan di sekolah dan tempat kerja, gagasan tentang spesialisasi adalah hal yang populer untuk menghasilkan lebih banyak uang atau dipromosikan. Sedangkan kontradiksi dari kalimat tersebut disampaikan pada paragraf ke-4 yaitu Ayah Kaya mendorong saya untuk melakukan tepat kebalikannya. “Kau ingin tahu sedikit tentang banyak hal” adalah sarannya. Itu sebabnya selama bertahun-tahun saya bekerja di bidang-bidang berbeda di perusahaannya. Selama beberapa lama saya bekerja di bagian akuntansi. Meskipun mungkin saya tidak akan pernah menjadi akuntan, dia ingin saya belajar secara osmosis. Ayah Kaya tahu saya akan mengambil jargon dan pemahaman tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting. Analogi yang menarik untuk menggambarkan gagasan tersebut adalah kisah tentang kesuksesan McDonald’s dengan menjual hamburger. “Jadi, kalau kebanyakan dari kalian bisa membuat hamburger yang lebih enak, bagaimana bisa McDonald’s menghasilkan uang lebih banyak daripada kalian?” Kemudian pada paragraf selanjutnya penulis menjawab pertanyaannya sendiri, yaitu....McDonald’s sangat hebat dalam sistem bisnis. Alasan kenapa begitu banyak orang berbakat itu miskin adalah karena mereka memfokuskan diri membangun hamburger yang lebih enak dan hanya tahu sedikit atau sama sekali tidak tahu tentang sistem bisnis. Kemudian, penulis menambahkan analogi berikutnya dengan menceritakan saat penulis bertemu dengan mantan guru sekolah yang menghasilkan ratusan ribu dolar per tahun. Penulis menceritakan bahwa mereka memiliki penghasilan sebesar itu karena memilliki keterampilan yang terspesialisasi di bidang mereka dan bidang lain. Inilah sesungguhnya inti dari gagasan “Bekerja untuk Belajar” yang ingin disampaikan oleh penulis. Bekerja untuk belajar bukan berarti tidak mementingkan uang sama sekali. Namun, bagaimana kita memaksimalkan pikiran kita mempelajari sedikit tentang banyak hal. Sehingga, kita mampu menghasilkan lebih banyak uang dan sekali lagi membuat uang bekerja untuk kita. Bab Tujuh Mengatasi Berbagai Hambatan Pekerjaan yang terjamin adalah segalanya bagi ayah saya yang terdidik. Belajar adalah segalanya bagi Ayah Kaya Dimulai dari bab ini, penulis terkesan mulai menyentuh sisi sosial dan psikologis pembaca. Dengan memilih judul bab “Bekerja untuk Belajar - Jangan Bekerja untuk Uang” sesungguhnya terdapat pesan mendalam di baliknya yang ingin penulis sampaikan. Gagasan ini disampaikan dengan lugasnya pada halaman 133. Lagi-lagi dengan metode perbandingan yang cukup kontradiktif. Pada paragraf ke-2, penulis menuliskan di sekolah dan tempat kerja, gagasan tentang spesialisasi adalah hal yang populer untuk menghasilkan lebih banyak uang atau dipromosikan. Sedangkan kontradiksi dari kalimat tersebut disampaikan pada paragraf ke-4 yaitu Ayah Kaya mendorong saya untuk melakukan tepat kebalikannya. “Kau ingin tahu sedikit tentang banyak hal” adalah sarannya. Itu sebabnya selama bertahun-tahun saya bekerja di bidang-bidang berbeda di perusahaannya. Selama beberapa lama saya bekerja di bagian akuntansi. Meskipun mungkin saya tidak akan pernah menjadi akuntan, dia ingin saya belajar secara osmosis. Ayah Kaya tahu saya akan mengambil jargon dan pemahaman tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting. Analogi yang menarik untuk menggambarkan gagasan tersebut adalah kisah tentang kesuksesan McDonald’s dengan menjual hamburger. “Jadi, kalau kebanyakan dari kalian bisa membuat hamburger yang lebih enak, bagaimana bisa McDonald’s menghasilkan uang lebih banyak daripada kalian?” Kemudian pada paragraf selanjutnya penulis menjawab pertanyaannya sendiri, yaitu....McDonald’s sangat hebat dalam sistem bisnis. Alasan kenapa begitu banyak orang berbakat itu miskin adalah karena mereka memfokuskan diri membangun hamburger yang lebih enak dan hanya tahu sedikit atau sama sekali tidak tahu tentang sistem bisnis. Kemudian, penulis menambahkan analogi berikutnya dengan menceritakan saat penulis bertemu dengan mantan guru sekolah yang menghasilkan ratusan ribu dolar per tahun. Penulis menceritakan bahwa mereka memiliki penghasilan sebesar itu karena memilliki keterampilan yang terspesialisasi di bidang mereka dan bidang lain. Inilah sesungguhnya inti dari gagasan “Bekerja untuk Belajar” yang ingin disampaikan oleh penulis. Bekerja untuk belajar bukan berarti tidak mementingkan uang sama sekali. Namun, bagaimana kita memaksimalkan pikiran kita mempelajari sedikit tentang banyak hal. Sehingga, kita mampu menghasilkan lebih banyak uang dan sekali lagi membuat uang bekerja untuk kita. Bab Delapan Memulai Pada bab ini, menarik dengan memilih judul yang singkat dan seolah menjawab segala keraguan yang dipikirkan oleh pembaca sejak pertama kali memutuskan untuk membaca buku ini, “Memulai.” Penulis sepenuhnya sadar bahwa seringkali ia ditanya “Bagaimana saya harus memulai?” dan bahasa yang dipilih untuk jawaban itu adalah saya menawarkan proses pemikiran yang saya jalani dari hari ke hari. Walaupun secara garis besar buku ini tampak tampil dengan persuasif yang tajam, selalu disipkan kalimat yang seolah menunjukkan keterbukaan dengan memberikan opsi bagi pembaca untuk menentukan pilihan mereka sendiri. Seehingga, kata “menawarkan” lah yang dipilih bukan “menjelaskan” atau “menjawab” yang terkesan menggurui. Kemudian, inilah sepuluh langkah yang penulis tawarkan sembari menyentuh sisi spiritual pembaca agar mampu menjadi jembatan koneksi personal antara penulis dan pembaca dengan menuliskan sebagai berikut. Saya menawarkan sepuluh langkah berikut sebagai proses untuk mengembangkan kekuatan yang diberikan Tuhan itu, kekuatan yang hanya bisa dikendalikan oleh Anda. 1. Temukan alasan yang lebih besar daripada kenyataan kekuatan semangat 2. Buat pilihan setiap hari kekuatan pilihan 3. Memilih teman dengan cermat kekuatan pertemanan 4. Kuasailah sebuah formula, lalu pelajari sebuah formula baru kekuatan belajar dengan cepat 5. Bayar diri Anda terlebih dahulu kekuatan disiplin diri 6. Bayarlah broker Anda dengan baik kekuatan saran yang baik 7. Jadilah seorang pemberi Indian kekuatan memperoleh sesuatu secara gratis 8. Menggunakan aset untuk membeli kemewahan kekuatan fokus 9. Kebutuhan akan pahlawan kekuatan mitos 10. Mengajarlah maka kau akan menerima kekuatan memberi PENUTUP Pemikiran Akhir Dibuka dengan kalimat “Saya ingin berbagi pemikiran terakhir dengan Anda” menjadikan bagian penutup buku ini seolah salam perpisahan dari penulis kepada pembaca yang telah membaca sampai pada bagian ini. Namun, uniknya bagian penutup justru membawa kembali pada alasan buku ini hadir. Alasan utama saya menulis buku ini, dan alasan buku ini tetap menjadi buku laris sejak 2000, adalah untuk berbagi wawasan tentang bagaimana pertumbuhan kecerdasan keuangan bisa digunakan untuk memecahkan banyak masalah kehidupan yang umum. Dengan sisipan konten marketing di mana disebutkan mengenai permainan CASHFLOW sebagai salah materi kontradiktif dengan menyebutkan permainan yang kami ciptakan memiliki arti penting karena mengajarkan apa yang tidak diajarkan oleh buku. Kontradiktif di sini maksudnya adalah gagasan bahwa sejujurnya buku ini hanya sebagai pengantar tentang pengetahuan mengenai kecerdasan keuangan dan kegiatan belajar yang sesungguhnya adalah melalui permainan tersebut. Namun, bagian akhir dari bab ini dituliskan dengan cara yang menyentuh sisi personal pembaca. Anda dan masa depan anak-anak Anda ditentukan oleh pilihan yang Anda buat sekarangbukan besok. Saya mengharapkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi Anda, dalam anugerah menakjubkan yang disebut kehidupan ini. - Robert Kiyosaki REKOMENDASI Kesan keseluruhan terhadap buku ini adalah buku yang cukup berani membawa pikiran publik pembaca untuk menjadi Outliers - orang-orang yang berani keluar dari kebiasaan atau pandangan masyarakat konvensional. Sebuah karya non-fiksi yang dikemas dalam alur fiksi namun tidak fiktif, sehingga setiap bagiannya mampu menyentuh sisi personal yang mampu menghadirkan koneksi personal antara penulis dan pembaca. Namun, pengulangan berupa penekanan kebebasan pembaca untuk melanjutkan membaca atau tidak, seperti dua sisi koin. Satu sisi menunjukkan sikap demokratis penulis terhadap tanggapan dan pemikiran pembaca serta kepercayaan diri penulis bahwa pembaca justru akan semakin haus untuk mengetahui apa yang tertulis pada lembar-lembar selanjutnya sedangkan satu sisi lainnya seolah menunjukkan ketidakpercayaan penulis bahwa hingga pada tahap akhir pun masih ada pembaca yang tidak berminat melanjutkan untuk membaca. Lalu, apakah buku ini merupakan bacaan yang layak direkomendasikan? Jawabannya Ya dengan syarat, Anda sudah siap menghadapi pemikiran yang ekstrem, keluar dari konvensional, dan berani mengambil risiko. Jika Anda memilih untuk bermain aman, buku ini hanya akan menyakiti perasaan Anda dengan fakta-fakta yang dibeberkannya.
Review#1 Seandainya setiap agama mempunyai kitab suci yang tersendiri, maka tidak keterlaluan jika dikatakan, buku Rich Dad Poor Dad adalah kitab utama bagi mazhab kekayaan dalam dunia moden sekarang. Tanyalah kepada para jutawan di seluruh dunia, lebih separuh daripada mereka pasti memberitahu yang mereka pernah membaca buku ini.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Rich Dad Poor Dad adalah buku populer yang ditulis oleh Robert Kiyosaki, buku ini merupakan salah satu buku manajemen keuangan terbaik sepanjang masa. Penulis adalah seorang keturunan Jepang yang telah berpindah kewarganegaraan ke Amerika Serikat dan merupakan seorang pengusaha, pendidik sekaligus investor yang percaya pada pandangan bahwa dunia akan lebih baik jika pengusaha menciptakan lapangan melihat judulnya yaitu, Rich Dad Poor Dad yang artinya "Rich Dad and Poor Dad", pilihan kata ini tajam sekaligus brilian. Penulis dengan mudah menarik minat dan rasa penasaran pembaca dengan diksi yang cukup menarik, dimana kedua hal tersebut ditujukan kepada Rich Dad yang merupakan ayah sahabatnya dan Poor Dad yang merupakan ayah buku tersebut, penulis mencoba membandingkan pola pikir tentang uang kedua bapak yang memiliki kondisi ekonomi yang berbeda, seperti yang tertulis dalam buku “Alih-alih menerima yang satu atau menolak yang lain, saya mendapati diri saya berpikir lebih jauh, membandingkan, lalu memilih sendiri. sendiri. Saya sendiri.” Penggunaan kata “kaya” dan “miskin” sebenarnya tidak sepenuhnya benar karena dilihat dari kalimat selanjutnya penulis mengatakan “Masalahnya Ayah Kaya tidak benar-benar kaya dan Ayah Miskin tidak benar-benar miskin. karir dan keduanya memiliki perjuangan dalam hal uang dan keluarga Tapi mereka memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang uang. Dari sini kita dapat menangkap sudut pandang penulis bahwa ayah kaya dan miskin saat ini bukan dari sudut pandang ekonomi, melainkan dari sudut pandang mereka masing-masing tentang uang. Ini akan menjadi pembeda dasar tentang uang untuk bagi mereka yang menganggap narasi itu sebagai omong kosong sejak awal, mereka akan berhenti membaca di sini. Bagian yang menarik di sini adalah bahwa meskipun mereka berdua bekerja untuk Ayah Kaya, di mana pada awalnya mereka hanya dibayar sepuluh sen per jam, mereka tidak dibayar sama sekali. Robert yang saat itu berusia 9 tahun menjadi sangat marah kepada Ayah Kaya karena merasa seharusnya Ayah Kaya menaikkan gaji mereka. Hingga suatu hari jawaban Ayah Kaya itu memberi pelajaran berharga bagi awal buku, penulis bercerita tentang Rich Dad yang mengajari sahabatnya dan secara langsung ia juga mendapat ilmu tentang uang. Alur cerita tentang bagaimana upaya ayah kaya untuk mendidik dia dan Mike tentang sifat uang yang tidak dapat diprediksi membuat saya penasaran dan terus membaca untuk mencari tahu apa yang terjadi selanjutnya. Ada cerita yang cukup menggelitik, dimana mereka berdua bekerja untuk Rich Dad, yang awalnya hanya digaji sepuluh sen per jam, namun tidak digaji sama sekali. Robert yang saat itu berusia 9 tahun menjadi sangat marah kepada Ayah Kaya karena merasa seharusnya Ayah Kaya menaikkan gaji mereka. Hingga suatu hari jawaban Ayah Kaya itu memberi pelajaran berharga bagi Robert. Bagian ini menurut saya cukup membuat penasaran, namun saya merasa bagian ini akan membuat sebagian orang berhenti membaca, karena mereka akan menganggap narasinya hanya omong kosong belaka. Penulis mengatakan bahwa uang jarang dapat menyelesaikan masalah keuangan seseorang. Kecerdasanlah yang memecahkan masalah. Di sini Anda dapat melihat bahwa penulis sedang mencoba memilah gambaran logis tentang keuangan yang begitu penting. Sebab, kecerdasan finansiallah yang akan sangat mempengaruhi pertimbangan kita dalam menentukan arus kas. Seperti yang diilustrasikan diagram, inilah perbedaan mendasar antara si kaya dan si miskin dan kelas menengah. Salah satu contoh menarik dalam kehidupan sehari-hari yang ia kemukakan, yaitu “Banyak masalah keuangan yang besar disebabkan oleh orang yang berusaha mengimbangi tetangganya. Terkadang kita semua perlu bercermin dan jujur dengan kebijaksanaan batin kita daripada ketakutan kita."Di akhir buku, kalimat-kalimat yang ditulis oleh penulis terbilang unik, yang dibuka dengan kalimat “I want to share my last thinking with you”. Hal ini membuat bagian penutup buku ini seolah menjadi perpisahan bagi saya sebagai pembaca yang sudah membaca bagian buku ini selama ini. akhir. Alih-alih melanjutkan kalimat penutup, penulis memilih untuk membawa pembaca kembali ke alasan mengapa buku ini ada. 1 2 Lihat Book Selengkapnya
REVIEW BUKU RICH DAD POOR DAD" (Hal yang aku sadari setelah baca buku ini) Tulisan ini enggak akan kaku - kaku banget, atau bahkan mungkin ini bukanlah review buku pada umumnya yang dimana bisa menjelaskan detail tentang menariknya buku ini, pun kekurangannya.
My Rating - 5 out of 5 starsPublisher - Plata PublishingGenre - Business/FinancePublishing year - 1997Language - EnglishISBN - 978-1612680194Pages - 352My Review - Rich Dad Poor Dad is the debut book written by Robert T. Kiyosaki. It was first published in 1997 autonomously because publishers didn't recognize the potential in Robert's work. But his novel changed their way of thinking by becoming the number one financial book of all time. The title is intriguing, which is why many people chose it to understand what it is Dad Poor Dad Summary - The author's biological father is a school teacher who told him to work hard, study, and save money, which he considered him a poor dad. The rich dad is the father of Mike, one of his childhood friends. He told Robert and Mike to work smart, invest, and understand how money works. The rich dad is a businessman but doesn't have a college degree, but he understands the importance of the study, so it is the only thing common between both dads. One day Robert went to his dad, asking how to become rich, but his poor dad had nothing to offer on this subject. So then, he set up a meeting with Mike's father and started working for him. The rich dad focuses on learning by doing; he doesn't believe in giving lectures. So when most nine years old enjoy their free time, Mike and Robert learn about the power of money. According to the rich dad, the school needs to give financial education that helps in the long run. Instead, they teach students to land high-earning jobs and pay enormous taxes to the government. Poor dad did the same throughout his life; he worked for money without understanding that work is a short-term solution to a long-term problem. Due to his rich dad's teachings, Robert retired at the age of 47 with growing and high-paying assets that are well established. He taught him that you need to be financially literate if you want to be rich. Most people think their house is their asset, but the rich dad explains it is a liability. We are all taught to do hard work, but this book helps you understand that you're doing what the other 80% of people do by doing hard work. One needs to be out of a rat race to achieve and acquire assets that will be fruitful. An important distinction is that rich people buy luxuries last, while the poor and middle class buy luxuries first; this quote is accurate. People purchase things impulsively, and they fancy a different device after some time. They eventually wind up with debts. A rich person buys stuff from the interest money they receive from their investments. This is why the rich get richer, and the poor get author further describes how a person pays high taxes while the rich pay a minimal amount to the government. He talked about the permanent tax story about 1874 and the 16th Amendment and how people got fooled, and views about Robin Hood make me think that corporations are cruel, but they are brilliant. The owners believe in themselves because they know that people like us crave the job, not the business. Poor and middle-class people do not believe in taking risks; they work hard, earn a promotion, and always try to be happy with whatever small amount they leave after paying taxes and buying liabilities. The reality is that the rich are not taxed. It's the middle class who pays for the poor, especially the educated upper-income middle people take calculated risks; Robert T. Kiyosaki gave examples of people who made billions and some who are too afraid to see the opportunities. Their stories will help you understand that it is never too late to begin, but yes, if you start early and lose, you have enough time to get up and rise again. All you need is to educate yourself, understand your investments market, connect with the people in this field and learn from them. The author worked in various departments, learned new pieces of information, and kept his mind active. He worked on skills that were profitable to him and urged others to do the same. The impact of both dads is shown in his judgments. They made him a hard-core capitalist but also someone who is ethically culpable. If money is involved, the fear of losing it is always there. No one likes to lose money, even the rich. The only difference is to overcome fear, laziness, arrogance, bad habits, and cynicism. Rich sees failure as an opportunity to grow and understand things better. It makes them stronger and wiser. A thing poor and middle-class people need to learn. Robert T. Kiyosaki describes 10 steps that one can use to awaken their financial earnings. I am not going to explain it here, but sharing the pointers. 1. Find a reason greater than Make daily Choose your friends Master a formula and then learn a new Pay yourself Pay your brokers Be an Indian Don't use assets to buy Choose Teach, and you shall of my favorite quotes from the Rich Dad Poor Dad book are - 1. There is a difference between being poor and being broke. The broke is temporary. Poor is It's not how much money you make. It's how much money you To become financially secure, a person needs to mind their own Great opportunities are not seen with your eyes. They are seen with your Job is an acronym for "Just Over Broke." Unfortunately, that applies to millions of I can't afford it; it causes sadness, and helplessness, which leads to despondency and often depression. How can I afford it? But, on the other hand, opens up possibilities, excitement, and book is a gem. It gives you simple explanations of how money works. It will not give you any trading tips, but it helps you understand the things no one teaches us in school or at home. The financial insights aid you in taking action and being your own boss. Many people don't like this book, but I think every novel is different, and being written by diverse authors who have distinct experiences makes it more interesting to read. Whether you're an experienced financer or a newbie, this book is perfect. I highly recommend it. In this version, you'll find a summary of each chapter. So, if you don't have time to read the whole book, you can go through it and gain knowledge. The only question is, are you ready for that? If yes, then,
Isidari review buku ini adalah intisari utama yang mungkin saya kembangkan / modifikasi, dari sebuah buku yang menurut saya highly recommended. Kebetulan kali ini buku yang direview adalah buku Rich Dad Poor Dad. Buku ini adalah buku bisnis pertama yang saya baca dan telah mengubah pola-pikir Continue Reading →
Judul Rich Dad, Poor Dad – Apa yang Diajarkan Orang Kaya kepada Anak-anak Mereka Tentang Uang – yang Tidak Diajarkan oleh Orang Miskin dan Kelas Menengah! Penulis Robert Kiyosaki Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Selain dikenal sebagai investor dan motivator, Robert Kiyosaki ternyata merupakan seorang penulis handal salah satunya buku yang berjudul Rich Dad, Poor Dad yang membawanya terkenal hingga saat ini. Buku ini menceritakan mengenai perbedaan pembelajaran yang diberikan oleh 2 sosok ayah, dimana ada ayah kaya dan ayah miskin. Ayah kaya yang merupakan ayah dari sahabat Robert, dan ayah miskin merupakan ayah kandung Robert sendiri. Penulis di sini mencoba memberikan perbandingan pola pikir ke dua ayah tersebut. Kemampuan melihat peluang Hal ini diterapkan Robert ketika umur 9 tahun di mana ia memulai bisnis pertamanya mencetak uang koin dengan menggunakan timah bersama teman-temannya. Meskipun bisnis tersebut hanya bertahan beberapa jam karena dilarang orang tuanya karena dianggap perbuatan illegal. Namun setidaknya Robert mampu melihat dan mengeksekusi peluang sejak dini. Belajar mengenai melek finansial Buku ini mendalami pentingnya untuk melek finansial. Bagaimana bisa mengajak dalam melihat kondisi keuangan dalam jangka panjang. Dirimu dapat dikatakan sebagai orang yang memiliki pemahaman finansial, jika sudah bisa membaca terkait laporan keuangan, dan sudah paham mengenai perbedaan asset dan kewajiban. Di buku tersebut Robert mengutarakan bahwa “kebanyakan orang tidak dapat menyadari bahwa yang penting dalam hidup bukanlah banyak uang yang dihasilkan melainkan berapa banyak uang yang disimpan”. Selain itu, penulis juga mengajak pembaca untuk memahami perbedaan antara asset dan liabilitas. Disini penulis mencoba menjelaskan alasan logis mengapa melek keuangan itu penting. Karena memang dengan begitu akan mempengaruhi pertimbangan kita dalam menentukan arus kas. Kalian tidak harus menjadi akuntan untuk bisa memahami pola pikir seperti itu, karena tiap orang pasti dapat dengan mudah menerapkan jika mau belajar mengenai finansial. Terhindar dari Rat Race Ratrace merupakan gambaran dari seseorang yang bekerja keras namun hasilnya tidak maksimal/memuaskan. Kondisi seperti ini yang harus di hindari oleh setiap manusia, yang kadangkala secara tidak sadar berada pada rat race. Untuk menganalisisnya dengan melakukan analisi cashflow, misal kemana larinya uang yang dimiliki. Sebaiknya kita menggunakan penghasilan ke asset yang akan menambah income real estate, saham, reksadana, usaha dll Jelasnya untuk perbedaan pola pikir ke dua ayah Robert tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Ayah MiskinAyah KayaMengalami masalah finansial di akhir orang terkaya di Hawai dan meninggalkan banyak dari ayah miskin adalah belajarlah yang pandai sehingga mampu bekerja pada perusahaan yang besar sehingga mendapatkan gaji yang tinggiPemikiran ayah kaya adalah sekolah yang pandai agar dapat membangun perusahaan dan memiliki karyawan yang pandai dan untuk untuk saat kondisi sulit Saya tidak mampu saat kondisi sulit Bagaimana saya mampu mencapainya?Bekerjalah untuk yang harusnya bekerja untuk kita. Dari beberapa perspektif yang berbeda tersebut dapat diambil pelajaran dalam beberapa poin Orang miskin dan mencengah bekerja untuk kaya mempunyai uang yang bekerja untuk berbisnis dari dari RatRace. Post Views 426
Selainmendapat pelajaran dari buku-buku karya Tere Liye, pembaca juga mendapat hiburan yang dikemas melalui kehidupan antar tokoh dalam buku-buku tersebut. 2. Rich Dad Poor Dad. Sebentar memandang cover buku ini semacam cuma dianjurkan buat para wiraswasta tetapi buku ini dapat dibaca oleh siapa juga.
Judul Rich Dad Poor Dad Penulis Robert T. Kiyosaki Penerbit Gramedia Pustaka Utama Tahun Maret 2021 Tebal 244 halaman ISBN 978-602-03-3317-5 Buku Rich Dad Poor Dad terbit pertama kali tahun 1997 dan sampai sekarang konsisten menjadi Internasional Bestseller. Buku karya investor Robert Kiyosaki ini membahas betapa pentingnya pendidikan finansial—yang mana sangat jarang terdapat dalam kurikulum pendidikan dan sekolah-sekolah formal. Terjemahan bahasa Indonesia buku Rich Dad Poor Dad diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pertama kali pada 2016. Dan hingga Maret 2021 sudah sampai cetakan ke-59. Ini membuktikan kuatnya gagasan-gagasan Kiyosaki dalam memberikan sudut pandang baru tentang uang yang jarang disadari banyak orang. Lantas apa isi buku Rich Dad Poor Dad? Persis seperti sub judulnya; Apa yang Diajarkan Orang Kaya kepada Anak-anak Mereka Tentang Uang—yang Tidak Diajarkan Orang-orang Miskin dan Kelas Menengah. Robert Kiyosaki mengawali buku Rich Dad Poor Dad dengan menjelaskan asal mula kata Rich Dad Poor Dad.’ Ia memiliki dua Ayah. Pertama, Ayah kandungnya sendiri. Berpendidikan tinggi, memiliki gelar dan melanjutkan studi tingkat tinggi ke berbagai universitas dengan beasiswa penuh. Namun, Ayah pertama harus berjuang dalam hal keuangan dan meninggalkan banyak utang. Kiyosaki menyebutnya Poor Dad Ayah Miskin. Ayah yang kedua ialah ayah temannya. Ia tidak lulus pendidikan SMP. Namun, menjadi salah satu orang terkaya di Hawaii dan wafat dengan meninggalkan puluhan juta dolar bagi keluarga dan amal kemanusiaan. Kiyosaki menyebutnya Rich Dad Ayah Kaya. Kedua ayah ini sangat berpengaruh bagi Robert Kiyosaki dalam membentuk sudut pandangnya terhadap uang. Keduanya berhasil dalam karier mereka, keduanya karismatik dan berpengaruh, keduanya percaya pada pendidikan meskipun tidak merekomendasikan jalur studi yang sama. Nasihat serta pelajaran kedua ayahnya inilah yang memberikan Kiyosaki pilihan untuk membedakan dua sudut pandang; sudut pandang orang kaya dan sudut pandang orang miskin. Itulah yang dipaparkan dalam buku dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti ini, serta disajikan dalam bentuk cerita sehingga pembaca tidak mungkin bosan mengikutinya. Robert Kiyosaki membaginya ke dalam enam pelajaran penting; Pertama, orang kaya tidak bekerja untuk uang. Kedua, pentingnya melek keuangan. Ketiga, mengurus bisnis sendiri. Keempat, sejarah pajak dan kekuatan korporasi. Kelima, orang kaya menciptakan uang. Keenam, bekerjalah untuk belajar—jangan bekerja untuk uang. Konsep-konsep Kiyosaki dalam buku Rich Dad Poor Dad dengan berani mendobrak pandangan umum. Salah satunya yaitu menentang keyakinan bahwa rumah dan kendaraan adalah aset. Menurut Kiyosaki, dua benda itu bukanlah aset, melainkan liabilitas. Hal ini karena rumah dan kendaraan tidak bisa mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya. Justru sebaliknya, menambah jumlah pengeluaran, seperti biaya perawatan misalnya. Rumah barulah dikatakan aset jika disewakan, begitu pula kendaraan. Robert Kiyosaki juga menunjukkan kepada para orang tua mengapa mereka tidak bisa mengandalkan sistem pendidikan untuk mengajarkan tentang uang kepada anak-anak dan bagaimana seharusnya mendidik mereka agar mengerti. Buku Rich Dad Poor Dad bukanlah panduan praktis. Buku ini tidak menjelaskan langkah-langkah yang bisa langsung dipraktikkan. Namun, Rich Dad Poor Dad adalah buku yang akan mengubah sudut pandang serta pemahaman kita tentang uang yang selama ini keliru. Rich Dad Poor Dad—seperti komentar USA Today pada halaman depan buku—adalah titik awal bagi siapa pun yang ingin memegang kendali masa depan keuangan mereka.
Kiyosakiis the author of this exciting. How to detect accounting gimmicks & fraud in financial reports by. Smart Trader Rich Investor Pdf was dawning on me that i was giving my son the same advice my parents had given me. Buku rich dad poor dad pdf. Rich dad poor dad pdf free
FinMasters content is free. When you purchase through referral links on our site, we earn a commission. Advertiser Disclosure Rich Dad, Poor Dad is one of the most famous books in all of personal finance. Though it came out in 1997, it’s still a 1 Best Seller on Amazon in 2023. Many of today’s most popular finance gurus cite it as the inspiration for their success. I wanted to see what all the hype was about, so I grabbed a copy of the book, tore through it it’s a pretty quick read, and compiled my thoughts for you here. This Rich Dad, Poor Dad review will take a look at Robert Kiyosaki’s real lessons in this book not just the ones he uses as names for his chapters and help you decide whether it’s worth reading. A Rich Dad, Poor Dad Summary Right from the jump, Rich Dad, Poor Dad surprised me with its style and narrative framework. I expected more technical insight and investment math, but the book primarily consists of anecdotes that hold nuggets of supposed wisdom for the reader to absorb as if through osmosis. Kiyosaki’s stories revolve around and contrast the lessons he received from his biological father the educated but financially unsavvy poor dad and his friend’s salesman father the uneducated but clever, rich dad. The book winds through Kiyosaki’s life and the reader witnesses him learning from his rich dad and rejecting the advice of his poor dad which represents rising above the typical working-class mindset. The book explains basic wealth generation in an understandable and inspirational way, and it’s a solid enough introduction to these concepts at least for its time. However, it has issues that make its current relative value questionable. ❗️ Important Note Do not take this book’s recommendations or any of my opinions on them as investment or tax advice. I’ll start this Rich Dad, Poor Dad review with what I think Kiyosaki does well. Mainly, he makes some solid fundamental financial suggestions in an easily digestible manner. The ideas might seem a bit shallow and apparent to anyone already engaged in entrepreneurship or investing, but they can be profound if it’s your first exposure to them. Let’s take a look. 1. Learn Personal Finance And Teach It to Your Kids While this is a pretty obvious suggestion, it’s still a significant one. The book does a great job of showing the reader how meaningful it is to learn how to manage your money. That means saving a high percentage of your earnings and putting the money to work in profitable investments. Kiyosaki says “It’s not how much money you make. It’s how much money you keep.” You have to keep your spending down as your income goes up and invest the difference in assets, not liabilities. While his definitions of assets and liabilities might not follow Generally Accepted Accounting Principles, it’s practical assets put money in your pocket, and liabilities take money out of it. He supports learning to cut your taxes, studying accounting, and mastering saving, then teaching all these skills to your children. I love all of these ideas, and I’m glad his presentation of them resonates with so many. 2. Find Ways to Escape the Rat Race Make Your Money Work For You Not only does Kiyosaki cover the fundamental best practices for personal finance, but he also does a great job of painting an inspiring picture of their end goal financial independence, retirement, security, being rich, or whatever you want to call it. I’ve always believed that people truly begin to understand the significance of their personal finance decisions when they realize that they constitute a journey that can culminate in holding enough wealth that work becomes optional. Kiyosaki makes escaping the rat race using investments or a self-sustaining business sound glamorous and inspirational. I’m grateful for anything that gets people to plan for a better future. 3. Master Your Emotions Regarding Money This one isn’t a personal finance message that you’d typically see today, but I like it a lot. Money is a hugely emotional issue for many people, and we could all probably benefit from understanding why it makes us feel however it does. People often let their emotions sabotage their finances or let their finances upset their emotional state. They might have a fear of investing, insecurity over their job, or a need for the latest and greatest gadgets. He urges readers to face their fears, cynicism, laziness, bad habits, and arrogance when it comes to money. That seems like an arbitrary list of emotional issues, but I like the sentiment. 4. Develop a Broad and Valuable Skillset In a capitalistic society, having a practical and marketable skillset is the key to making money. If you can provide tangible value that people are willing to pay for, you’ll always be able to support yourself. Kiyosaki recommends learning to manage money, lead teams, build systems, and close sales. More than that, he suggests that people cultivate a habit of continuing to learn throughout their careers so that they never stagnate. He argues that people can improve their situations most effectively if they keep an open mind, learn from their mistakes, and keep improving. It’s a valuable lesson and one of the best in the book. Robert Kiyosaki’s Worst Advice Now that we’ve covered the good stuff, what follows is my Rich Dad, Poor Dad criticism. I hate to say it, but there’s more to talk about here than I’d like. Honestly, Kiyosaki strikes me as a pretty typical guru. His attitude and tone throughout the book both rub me the wrong way. For example, he comes across as just a little too obsessed with the stereotypical image of a rich and powerful man. He describes his rich dad as a charismatic manly man of few words, with power behind his statements and smiles. Rich dad is tall, blunt, and always closing deals. He doesn’t do things like the other guys, and he’s pretty smug in his superior knowledge. Rich dad and his lessons also come off as manipulative to me. He pulls the protagonists’ strings purportedly to teach them esoteric lessons too complex to be put into mere words. The book just feels like it’s selling me something, and salesman gurus are by far my least favorite. Here are some of the specific ideas the book tries to sell to the reader that I don’t like. 1. You Should Start a Business and Get Rich Because Employees are Broke and Miserable As someone who truly loves being self-employed, I hate to admit this, but it’s not the right path for everyone. If you’d rather not branch out on your own, that’s perfectly fine. There are plenty of people who enjoy their jobs, make good or great money, and save responsibly. But Kiyosaki has a habit of putting down anyone who works for someone else and suggesting that employees are generally broke and unhappy. They just don’t get it. His poor dad already an insulting title, who worked a traditional job, couldn’t possibly understand what his rich dad understood thanks to all his business success. Not only does Kiyosaki fail to address the risks and downsides to business ownership, but he also suggests some definitely-not-okay tax strategies using business entities. For example, he proposes using a corporation to write off vacations as board meetings or deduct health club expenses. Those moves can get you into much more trouble thsan they’re worth. 2. Academic Learning isn’t Valuable Rich People Don’t Need It Kiyosaki also has a bad habit of downplaying the value of academic education and traditional learning. He seems to believe people who follow the general wisdom end up like his poor dad highly educated but ineffective and stressed about their money. Rich people learn only by doing or from living life. For example, rich dad says “All too often business schools train employees to become sophisticated bean-counters. Heaven forbid a bean counter takes over a business. All they do is look at the numbers, fire people, and kill the business.” Ironically, he promptly contradicts that claims, later saying “Accounting is possibly the most confusing, boring subject in the world, but if you want to be rich long-term, it could be the most important subject.” As an officially licensed and certified bean-counter, maybe he just hurt my feelings, but I don’t think so. Kiyosaki also glorifies rich dad’s cruel and unusual teaching methods, which included giving kids the silent treatment for weeks at a time while they work below minimum wage until they can’t take it anymore. Because that’s how life teaches “It just sorta pushes you around.” 3. Invest in Real Estate! It’s the Best Way to Get Rich! At this point, you’ve probably noticed that many of his “worst lessons” have something to do with getting rich. That’s a significant part of what struck me as wrong about this book. Getting rich isn’t really the point of personal finance. Maybe I need to “overcome my cynicism,” but I generally don’t trust gurus who toss that word around. Kiyosaki does it a bit too much for my comfort, and his suggested strategies for creating said riches aren’t always great either. Mainly, it bothers me how strongly he doubles down on real estate. Investing in real estate can be a great way to build wealth, but like self-employment it’s not for everyone. It’s also not a requirement for a successful and diversified portfolio. There are benefits to real estate investing, but Kiyosaki borders on implying that it’s a sure way to get rich quickly or inevitably. In reality, it’s a business like any other. There are unavoidable risks involved, and it takes knowledge, experience, and luck to succeed. 4. Jump Off Cliffs and Build Parachutes On Your Way Down Last but not least, we have one of my biggest pet peeves in the whole book. Kiyosaki legitimately suggests that you pay yourself first meaning your savings even if that comes at the cost of paying your creditors, even if one of those creditors is the Internal Revenue Service! Rich dad says “So you see, after paying myself, the pressure to pay my taxes and the other creditors is so great that it forces me to seek other forms of income. The pressure to pay becomes my motivation. I’ve worked extra jobs, started other companies, traded in the stock market, anything just to make sure those guys don’t start yelling at me[…] If I had paid myself last, I would have felt no pressure, but I’d be broke.“ Don’t get me wrong, I’m all for prioritizing saving, but paying yourself first shouldn’t mean risking stiffing the people you owe money, wrecking your credit score, and racking up fees and interest. You pay your creditors and essential living expenses first, then you set aside your savings, and then you reverse engineer your remaining budget. Is It Worth Reading Rich Dad, Poor Dad? I don’t want this to upset anyone who considers the book to be the Holy Grail of personal finance, but I couldn’t recommend Rich Dad, Poor Dad to someone who asked me how to start managing their money better, let alone someone who already has some experience. The book has a handful of positive lessons, but there’s nothing more profound in it than what you could find in the average personal finance blog these days. It’s mainly about inspiration, and there are places to get your inspiration these days without a side serving of Kiyosaki’s more troublesome ideas.
Mempunyaidua orang ayah yang mempunyai karakter yang berbeza adalah suatu pengalaman yang berharga untuk penulis buku Rich Dad Poor Dad iaitu Robert T.Kiyosaki. Cara pemikiran berbeza diantara kedua-kedua ayah, memberikan peluang untuknya belajar dan mengambil pelajaran berguna.
Pernahkah kamu mendengar nasihat, “Kalau mau sukses dan jadi orang kaya, harus belajar yang rajin agar bisa diterima di universitas bagus supaya mudah bekerja”? Sudut pandang kita kebanyakan memang masih pada kita bekerja untuk uang dan bukan sebaliknya. Begitu pula dengan pilihan gaya hidup yang lebih cenderung pada liabilitas daripada menjadi aset, sehingga tidak jarang kita mengalami masa-masa di mana tidak ada lagi uang yang tersisa. Ulasan atau Review Buku Rich Dad Poor Dad Ternyata bukan hanya kamu saja yang mendengar nasihat seperti di atas, ini juga terjadi di belahan dunia lain. Robert Kiyosaki, penulis buku Rich Dad Poor Dad ini menuliskan pengalamannya tentang pandangan dua orang ayahnya, di mana yang satunya kaya dan yang satunya lagi miskin. Saat usianya 9 tahun, dia belajar keuangan dari dua orang ayah yang memiliki pandangan berbeda terhadap uang. Ayah yang satu menganggap kalau “kecintaan terhadap uang adalah sumber kejahatan”, sementara ayah yang satu lagi berkata, “kesulitan uang adalah sumber kejahatan.” Ayah yang satu adalah ayah kandungnya, merupakan seseorang terpelajar dan lulusan universitas elit yang sangat sukses di pekerjaannya. Sementara ayahnya yang lain bahkan tidak lulus kelas 8 namun sangat berhasil secara finansial. Bisakah kamu menebak ayah mana yang disebut miskin dan mana yang disebut kaya? Ayah yang miskin adalah ayah kandungnya. Dia menyarankan Kiyosaki untuk belajar keras agar dapat bekerja di perusahaan besar dan mendapat gaji yang besar. Ayah yang kaya adalah yang bahkan tidak menempuh pendidikan lanjutan. Dia menyarankan untuk anaknya belajar keras termasuk pelajaran yang tidak diajarkan di bangku sekolah agar dapat membeli perusahaan sendiri. Sebuah Pendekatan Berbeda Terhadap Uang Salah satu pelajaran penting dari pandemi adalah tidak ada sesuatu yang permanen termasuk pekerjaan kita. Kita melihat banyak yang kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan pendapatan karena penyesuaian jam kerja. Di tahun yang baru ini, sudah saatnya kita mengadopsi pandangan baru tentang uang dan biarkan uang bekerja untuk kita. Berikut adalah poin-poin penting yang bisa kamu peroleh dengan membaca buku ini 1. Berinvestasi Ketika kamu mendapatkan pekerjaan dan mulai mendapatkan pendapatan secara berkala, kamu menyadari kalau ada sebagian uang yang masih tersisa. Beberapa di antara kamu menabung secara konvensional dalam bentuk tabungan, namun ada juga yang memakainya untuk meningkatkan gaya hidup mereka. Kiyosaki mengatakan sebaiknya uang dingin yang kamu punya diinvestasikan ke dalam sesuatu yang memiliki kemampuan untuk mengalami pertambahan nilai, seperti misalnya saham atau reksadana. Jika kamu memilih tingkat risiko saham atau reksa dana yang tinggi, kemungkinan untuk rugi juga besar tapi kamu juga punya kesempatan untuk memperoleh keuntungan. Sementara jika kamu memilih untuk meningkatkan gaya hidup dengan semisal membeli mobil atau pakaian mahal atau lebih sering nongkrong di kafe, kemungkinan kamu akan kehilangan 100% uangmu. Bedakan antara aset dan liabilitas. Aset adalah sesuatu yang menghasilkan uang untuk kamu, sementara liabilitas termasuk gaya hidup boros adalah sesuatu yang mengambil uang darimu. 2. Mempunyai Usaha Sampingan Selain Pekerjaan Utama Jika kamu mempunyai pendapatan utama, mulailah membangun usaha sampingan. Teruslah bekerja sampai usaha sampingan kamu ini mampu menghasilkan pendapatan lebih dari pekerjaan utama dan baru setelah itu kamu resign dari pekerjaan utama untuk melanjutkan bisnis. 3. Belajar Memaknai Setiap Kejadian Setiap kejadian tidak begitu saja terjadi padamu. Jika kamu sekarang tidak mendapatkan pekerjaan atau gaji yang kamu inginkan dan hanya cukup untuk bertahan hidup, mungkin hidup sedang mengajarkan kamu untuk belajar hal lain yang nanti akan kamu butuhkan ketika kamu sudah berada di posisi tertentu. Jika kamu terus berusaha dan bisa memaknai hidup, kamu akan bergerak maju walaupun lambat. 4. Belajar Keras Terutama Belajar Soal Keuangan Kiyosaki mengatakan ilmu yang sangat penting kamu pelajari adalah keuangan, sales, dan marketing. Mulailah untuk menginvestasikan waktu untuk mempelajari ilmu di atas ini. Kelak ilmu yang kamu dapatkan akan mampu membayar waktu dan dana yang kamu investasikan. 5. Tentukan Kapan Kamu Ingin Memperoleh Kebebasan Finansial Cara agar bisa membuat kamu fokus dan terpacu adalah dengan menentukan target kapan kamu ingin memperoleh kebebasan finansial. Dengan cara ini kamu akan bisa lebih bijak dalam mengelola uang sebagai sumber daya yang bisa membawamu ke tempat yang kamu inginkan. Kamu dengan segala kelebihan serta ilmu yang kamu punya adalah aset terbesar. Jadi jangan ragu lagu untuk mulai sekarang juga! Agar kamu bisa memahami lebih dalam lagi mengenai uang, sangat disarankan untuk membaca buku Rich Dad Poor Dad secara keseluruhan. Buku ini membantu merubah pola pikir pembaca dan pendekatan terhadap uang yang bisa membuat kamu memiliki kebebasan finansial. Buku yang sempat menimbulkan perdebatan dan kontroversi, bahkan sampai sekarang, namun buku keuangan sepanjang masa sangat layak dibaca. Jadi jangan ragu dan menunggu lebih lama lagi untuk mengubah hidupmu, dapatkan segera buku ini di Selain itu, ada gratis voucher diskon yang bisa kamu gunakan tanpa minimal pembelian! Langsung klik di sini untuk ambil vouchernya. Dapatkan Diskonnya! Selamat Merubah Hidup!
Americanfinance author and investor Robert Toru Kiyosaki (born April 8, 1947) is an American businessman and author. [1] Kiyosaki is the founder of Rich Global LLC and the Rich Dad Company , a private financial education company that provides personal finance and business education to people through books and videos.
Last updated on January 18, 2023 Robert Kiyosaki’s Rich Dad Poor Dad was first published in 1997 and quickly became a must-read for people interested in investing, money, and the global economy. The book has been translated into dozens of languages, sold around the world, and has become the 1 personal finance book of all time. The overarching theme of Rich Dad Poor Dad is how to use money as a tool for wealth development. It destroys the myth that the rich are born rich, explains why your personal residence may not really be an asset, describes the real difference between an asset and a liability, and much more. Key takeaways/lessons learned Six lessons Robert Kiyosaki learned from his Rich Dad about making money and the mistakes that Poor Dad made Five obstacles to overcome before you can become rich and stay rich Ten steps to follow to develop your financial genius Actionable to-do steps you can put to work right away Chapter/Section Summaries Rich Dad Poor Dad contains a total of 10 chapters plus the introduction, but much of the book is focused on the first 6 parts or lessons. We’ll cover the introduction and the first 6 lessons, then the remaining 4 sections later in this review. Introduction Rich Dad Poor Dad Chapter 1 The Rich Don’t Work for Money Chapter 2 Why Teach Financial Literacy? Chapter 3 Mind Your Own Business Chapter 4 The History of Taxes and the Power of Corporations Chapter 5 The Rich Invent Money Chapter 6 Work to Learn – Don’t Work for Money Introduction Robert Kiyosaki, author of Rich Dad Poor Dad, had 2 main influential fathers in his life. Poor Dad was Kiyosaki’s biological father, a man who was highly intelligent and very well educated. Poor Dad believed in studying hard and getting good grades, then finding a well-paying job. Yet, despite these seemingly positive attributes, Poor Dad didn’t do well financially. Rich Dad was the father of Kiyosaki’s best friend. He had a similar work ethic to Kiyosaki’s real dad, but with a twist. Rich Dad believed in financial education, learning how money works, and understanding how to make money work for you. Although he was an eighth-grade dropout, Rich Dad eventually became a millionaire by putting the power of money to work for him. The book is written from Kiyosaki’s perspective of how Rich Dad went about making money and the mistakes that Poor Dad made. The first 6 chapters of Rich Dad Poor Dad make up about two-thirds of the book and discuss the 6 lessons that Kiyosaki learned from his Rich Dad. Chapter 1 The rich don’t work for money Oftentimes people misunderstand the title of this chapter, and mistakenly believe that it means the rich don’t work. In fact, the complete opposite is true. Instead of reading the chapter title as “The Rich Don’t Work for Money”, what Kiyosaki means to say is that “The Rich Don’t Work for Money.” Note that by putting the emphasis on the word “money,” this section takes on an entirely different meaning. The truth is that the majority of rich people do work very hard, but they go about it differently than most people do. Rich people—and people who want to become rich—work and learn every day how to put money to work for them. As Rich Dad says, “The poor and middle class work for money. The rich have money work for them.” Kiyosaki also notes that having a regular job is just a short-term solution to the long-term problem or challenge of creating wealth and financial freedom “It’s fear that keeps most people working at a job the fear of not paying their bills, the fear of being fired, the fear of not having enough money, and the fear of starting over. That’s the price of studying to learn a profession or trade, and then working for money. Most people become a slave to money—and then get angry at their boss.” Chapter 2 Why teach financial literacy? The second chapter of Rich Dad Poor Dad explains the difference between an asset and a liability. Chapter 2 drives home the point that it’s not about how much money you make, but about how much money you keep. An asset is something that has value, that produces income or appreciates, and has a market where the asset can easily be bought and sold Assets produce income Assets appreciate Assets do both Conversely, liabilities take money out of your pocket because of the costs associated with them. When Rich Dad Poor Dad was first published back in 1997, Kiyosaki created a lot of controversy with this statement. That’s because by definition, a personal residence isn’t an asset unless it appreciates enough to offset the costs of ownership. On the other hand, rental property is an asset because it can generate enough passive income to exceed the expenses of operating and financing the real estate. As Kiyosaki writes in Chapter 2 of Rich Dad Poor Dad, “Want to grow rich? Concentrate your efforts on buying income-producing assets – when you truly understand what an asset is. Keep liabilities and expenses low. You’ll deepen your asset column.” Chapter 3 Mind your own business There are 2 key messages in this chapter. First, pay off your debts and start investing in income-producing assets as soon as possible. Next, stay financially healthy by spending your time instead of your paycheck and investing as much of your money as possible in assets. Kiyosaki notes in Chapter 3 of Rich Dad Poor Dad that most people confuse their profession with their business. In other words, they spend their entire lives working in somebody else’s business and making other people rich. One of my favorite quotes from this section is “The primary reason the majority of the poor and middle class are fiscally conservative is that they have no financial foundation. They have to cling to their jobs and play it safe. They can’t afford to take risks.” Chapter 4 The history of taxes and the power of corporations When reading this chapter, it’s important to keep in mind that Kiyosaki wrote Rich Dad Poor Dad as a motivational book, not to provide expert financial or tax advice. For example, Kiyosaki writes about the time he bought a Porsche and treated it as a business expense, using before-tax dollars. Buying a high-end luxury car when a much less expensive make and model would do could put an investor on the fast track to an IRS audit. But putting the Porsche aside, the points made in this chapter discuss how to play the investment game smart. The rich understand the power of company structures and the tax code and use every legal means they can to minimize their tax burden. Compare how business owners and investors with corporations such as C corps, S corps, or LLCs pay taxes to how most people pay tax Business owners with a corporate structure Earn Spend Pay taxes Employees who work for corporations Earn Pay taxes Spend Notice that employees who work for somebody else spend their money post-tax, while business owners earn and spend before paying tax. Chapter 4 of the book also covers the 4 main components of what Kiyosaki calls “Financial IQ” Accounting, Investment Strategy, Market Law, and Law. As Rich Dad Poor Dad reminds us, understanding the legal and tax advantages significantly contribute to building long-term wealth “For instance, a corporation can pay expenses before paying taxes, whereas an employee gets taxed first and must try to pay expenses on what is left. . . Corporations also offer legal protection from lawsuits. When someone sues a wealthy individual, they are often met with layers of legal protection and often find that the wealthy person actually owns nothing [in their own name]. They control everything, but [personally] own nothing.” Chapter 5 The rich invent money Inventing money means finding opportunities or deals that other people don’t have the skill, knowledge, resources, or contacts for. In Chapter 5, Rich Dad Poor Dad explains there are 2 types of investors Investment packages are bought by people who entrust their money to a developer or fund manager. This is the way that most people invest, such as buying shares of an ETF or putting money into a real estate crowdfunding venture. Professional investors look after their own investments, research the market to find deals that make sense, then hire professionals to manage the daily oversight. Professional investors have 3 things in common Identify opportunities that other people have not found Raise funds for investment Work with other intelligent people Here’s one of my favorite closing thoughts from this chapter “Some people argue that there aren’t real estate bargains where they are, but there are prime opportunities everywhere that are overlooked. Most people aren’t trained financially to recognize the opportunities in front of them.” Chapter 6 Work to learn—don’t work for money Poor Dad was intelligent and well educated and worked for money because job security meant everything to him. Rich Dad became a millionaire by working to learn. As Kiyosaki writes “I recommend to young people to seek work for what they will learn, more than what they will earn. Look down the road at what skills they want to acquire before choosing a specific profession and before getting trapped in the Rat Race.” In fact, that’s exactly what Kiyosaki did. He joined the Marines after graduating from college and learned the essential business skills of leading and managing people. After serving his country, Kiyosaki joined Xerox, overcame his fear of rejection to become one of the top 5 salespeople in the company, then left the corporate world to form his own business. Chapter 6 of Rich Dad Poor Dad then discusses the synergy of management skills needed for success in business Cash flow management Systems management People management Overcoming Obstacles Chapter 7 of Rich Dad Poor Dad begins by noting that “the primary difference between a rich person and a poor person is how they manage fear.” Robert Kiyosaki isn’t talking about the type of fear that some people have when going to the dentist or watching The Exorcist. In the book, “fear” is about the fear of losing money and how to handle that fear. It’s one of the 5 biggest obstacles people face on the path to becoming financially independent Fear Cynicism Laziness Bad habits Arrogance These roadblocks—and the failure to overcome them—are why people who have studied and achieved financial literacy are still unable to develop assets that generate plentiful amounts of cash flow. Fear Losing money is a fact of investing life, and so is the fear that comes along with it. Kiyosaki notes that he’s never met a rich person who has never lost money, but he’s met plenty of poor people who have never lost a dime because they’ve never invested. Real estate investors who choose to act only on a “sure thing” are paralyzed by fear in disguise. People who can’t see the big picture and think big are the ones who almost never, ever succeed in investing or in life. Cynicism Everybody has doubts that affect self-confidence, and it’s easy to fall into the trap of playing “What if?” especially when friends and family are constantly reminding you of your potential shortcomings. Things like the economy crashing, interest rates rising, and tenants not paying their rent are common “what if” fears that all real estate investors have. While these are important items to consider, it’s important not to allow the cynicism of others to overtake your control. Otherwise, you may become immobilized as opportunities pass you by. Laziness In today’s interconnected world it’s easy to confuse being busy with actually accomplishing things that matter. In fact, according to Rich Dad Poor Dad, busy people are often the most lazy. Busy people arrive at the office early and leave late. They bring work home to finish at night and on the weekends. Before they know it, the people and things that matter most to them have disappeared. Instead of giving in to the call of the rat race and mistaking action for accomplishment, successful real estate investors are proactive and take care of themselves and their wealth first. Bad habits Habits control behavior. For example, most people pay their bills first before they pay themselves. The result is that there’s usually very little left over at the end of the month for investing. Paying yourself first—even if you don’t have enough money to pay other people—makes you financially stronger, mentally and fiscally. In a way, it’s a form of reverse psychology. When you develop the habit of paying yourself first, you become motivated by the fear of not being able to pay creditors. In turn, you begin looking for other forms of income like investment real estate. Arrogance Investors know what makes them money. But it’s the things they don’t know—and don’t know they don’t know—that makes them lose money. When people become truly arrogant, they honestly believe that what they don’t know doesn’t matter. Train yourself to listen to what other people have to say, especially when it comes to money and investing. If you discover you’re ignorant about a subject, educate yourself or find an expert in the field. Overcoming these 5 biggest obstacles on the path to real estate success requires a blend of balance and focus. There are plenty of “Chicken Littles” in the world today—people with a victimhood mentality who live their lives in cynicism and pessimism. Rich Dad Poor Dad suggests filtering negative people and their fears out of your life. Instead, concentrate on the big picture and always ask, “What’s in it for me?” Getting started In Chapter 8, Rich Dad Poor Dad tells us that “there is gold everywhere, most people are not trained to see it.” Part of this lack of vision and clarity comes from the world we live in. We’re trained from a very young age to work hard for someone else, spend the money that we earn, and borrow more if we run short. Unfortunately, people who choose to become one of the masses never take the time to develop their financial genius. Investing in real estate is the perfect example. The average person can spend a week out in the field and find nothing, while the investor who has trained himself can easily find four or five deals that make sense in a single day! Here are the 10 steps to follow to develop your financial genius and discover the gold that’s already out there, just waiting to be found Have a deep emotional reason or purpose for doing what you do, a combination of wants and don’t wants. Understand the power of choice and choose daily what to do, including choosing the right habits and educating yourself. Choose your friends carefully by leveraging the power of association, being careful not to listen to poor or frightened people. Master the power of learning quickly and develop a formula for making money. Pay yourself first by mastering the power of self-discipline to manage your cash flow, people, and personal time. Select great people for your team and compensate them generously for their advice, because the more money they make the more money you will make. Ask “How fast do I get my money back?” by focusing on return of investment first, followed by return on investment. Use money generated by assets you own to buy luxuries by focusing on self-discipline to direct money to create more. Have a role model to follow and tap into the power of their genius to put to your use. Realize that if you want something, you need to give something first. Still want more? Here are some to-do’s. In the final section of Rich Dad Poor Dad, Chapter 9, Kiyosaki pulls the key lessons of the book together into a checklist of actions you can start taking today Stop doing what you’re doing by taking a break and assessing what is and isn’t working. Look for new ideas by finding resources on different and unique subjects. Find a mentor who’s been where you're going, take them to lunch and pick their brain. Always be learning by taking classes, attending seminars, and reading. Make lots of offers always with escape clauses because eventually someone will say “Yes.” Spend 10 minutes each month for the next 12 months walking, running, or driving a certain area and looking for changes that create bargains. Shop for real estate deals when the market corrects, because profits are made when buying, not when selling. Learn how, when, and where to buy by investing in your education. Think bigger to get richer, because small thinkers don’t get the big breaks. Most people only look for what they can afford, so buy a bigger pie and cut it into pieces by finding a buyer first, then a seller. Negotiate volume discounts by thinking big, pooling people together, and buying in bulk. Read and learn from history, because history always repeats itself. Action always beats inaction. Is Rich Dad Poor Dad Worth Reading? The goal of Rich Dad Poor Dad is to motivate you to develop your own unique path to financial freedom. While the book doesn’t take a one-size-fits-all approach with ready-made answers, it does provide an excellent framework for creating your own objectives to build wealth by investing in real estate. Strengths Provides a contrarian view that is different from the “common knowledge” found in most personal finance education Focuses on turning income you earn into assets that produce even more income Encourages controlling spending and expenses Explains why investors should focus on real estate vs. other asset types Emphasizes the power of thought and continual learning Talks about taking action instead of just thinking about it Weaknesses Success examples in the book are unique to Kiyosaki’s specific situation and may be hard to replicate Some parts of the book also lack detail, which may make the concepts discussed more difficult to apply Frequently demeans people who are more comfortable following the herd rather than thinking for themselves Rich Dad Poor Dad is a motivational book, not a book written by a financial exper
n44Iq. 2u5scyqauu.pages.dev/2532u5scyqauu.pages.dev/682u5scyqauu.pages.dev/42u5scyqauu.pages.dev/2682u5scyqauu.pages.dev/2792u5scyqauu.pages.dev/1192u5scyqauu.pages.dev/1592u5scyqauu.pages.dev/3872u5scyqauu.pages.dev/368
review buku rich dad poor dad